Bismillaahirrahmaanirrahiim
KHAZANAH AL-QURAN
Bab 33
MAKNA
LAIN “SUJUDNYA ” PARA MALAIKAT
KEPADA ADAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEREBAKNYA BERBAGAI BENCANA ALAM DAHSYAT &
PARA PEMBUAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI YANG SEBENARNYA
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
وَ
یَوۡمَ نَبۡعَثُ فِیۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ
جِئۡنَا بِکَ شَہِیۡدًا عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ ؕ وَ نَزَّلۡنَا عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ
تِبۡیَانًا لِّکُلِّ شَیۡءٍ وَّ
ہُدًی وَّ رَحۡمَۃً
وَّ بُشۡرٰی لِلۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah
hari itu ketika Kami akan membangkitkan dalam setiap umat seorang saksi
terhadap mereka dari antara mereka sendiri, dan Kami akan mendatangkan engkau
sebagai saksi terhadap mereka semuanya. Dan Kami telah menurunkan kepada engkau Kitab itu
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri kepada Allah.
(An-Nahl
[16]:90).
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan topic Dilarang Mencemooh
Sembahan-sembahan Selain Allah Swt. Yakni dalam
rangka menghormati para rasul Allah dan menghargai keberadaan agama-agama
selain Islam – walau pun ajarannya telah menyimpang dari Tauhid Ilahi yang diajarkan oleh para pendirinya -- Allah Swt. melarang umat Islam mencemooh
sembahan-sembahan
mereka selain Allah Swt., firman-Nya:
اِتَّبِعۡ مَاۤ اُوۡحِیَ اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ ۚ لَاۤ اِلٰہَ
اِلَّا ہُوَ ۚ وَ اَعۡرِضۡ عَنِ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ
مَاۤ اَشۡرَکُوۡا ؕ وَ مَا جَعَلۡنٰکَ
عَلَیۡہِمۡ حَفِیۡظًا ۚ وَ مَاۤ اَنۡتَ
عَلَیۡہِمۡ بِوَکِیۡلٍ ﴿﴾ وَ لَا تَسُبُّوا
الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ
عِلۡمٍ ؕ کَذٰلِکَ زَیَّنَّا لِکُلِّ
اُمَّۃٍ عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ
فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Ikutilah
apa yang diwahyukan kepada engkau
dari Rabb (Tuhan) engkau. Tidak ada Tuhan kecuali Dia,
dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Dan jika Allah menghendaki sekali-kali mereka tidak akan berbuat syirik.
Dan Kami
sekali-kali tidak menjadikan engkau sebagai penjaga bagi mereka, dan tidak pula engkau menjadi pelindung bagi
mereka. وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا
اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ -- Dan janganlah kamu memaki apa yakni sembahan-sembahan
yang mereka seru selain Allah, karena mereka pun akan memaki Allah
dengan rasa permusuhan
tanpa pengetahuan. کَذٰلِکَ زَیَّنَّا
لِکُلِّ اُمَّۃٍ عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ
فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- Demikianlah Kami telah menampakkan indah kepada
tiap-tiap umat perbuatan mereka, kemudian kepada Rabb (Tuhan) merekalah mereka kembali, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka
apa-apa yang se-nantiasa mereka kerjakan. (Al-An’aam [6]:107-109)
Makna ayat 108, sesuai dengan hikmah-Nya yang tak terbatas itu Allah Swt.telah memberi manusia kemandirian atau kebebasan berkehendak. Andaikata Dia berkehendak memaksa manusia, niscaya Dia akan memaksa mereka mengikuti kebenaran, akan
tetapi demi kepentingan manusia
sendiri, Allah Swt.
dalam masalah agama tidak berkehendak
menggunakan tindak paksaan (QS.2:255-268; QS.9:6; QS.18:30).
Berkenaan kata-kata “pelindung,” “pemelihara” atau “pengurus dan pemutus perkara-perkara” dalam
Al-Quran yang dipakai untuk Nabi Besar Muhammad saw., maksudnya untuk
menjelaskan bahwa beliau saw. tidak bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan orang-orang lain.
Ayat 109
bukan saja menanam rasa hormat
terhadap perasaan-perasaan halus orang-orang
musyrik sekalipun, tetapi bertujuan
juga menciptakan keakraban antara
berbagai bangsa dan masyarakat. Bahkan lebih jauh Allah Swt.
menyatakan, bahwa ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) -- diwajibkan
untuk melindungi tempat-tempat ibadah agama-agama selain Islam, sebagaimana
firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ
﴿ۙ﴾
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Telah diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi disebabkan mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu
orang-orang yang telah diusir dari
rumah-rumah mereka tanpa hak hanya karena mereka berkata, “Rabb (Tuhan) kami adalah Allah.” Dan sekiranya
tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain
maka akan hancurlah biara-biara dan gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta mesjid-mesjid yang banyak disebut nama
Allah di dalamnya. Dan pasti Allah
akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha
Perkasa (Al-Hajj [22]:40-41).
Mengemukakan Haq (Kebenaran) Bukanlah Menghujat
& Doa Takabbur Abu
Jahal dan kawan-kawannya
Dalam salah satu Bab sebelumnya telah
dikemukakan ungkapan “Al-haqu murrun” (kebenaran itu pahit), Allah Swt. dalam Al-Quran
tidak pernah melarang umat Islam untuk mengemukakan yang haq (benar) berkenaan sembahan-sembahan selain Allah Swt.
tersebut selama dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah
(QS.3:60-65; QS.16:126; QS.41:34-36), bukan dengan cara menghujat dan melakukan paksaan
dan kekerasan. (QS.2:257; QS.9:6; QS.10:110; QS.18:30).
Tetapi sejarah kenabian membuktikan bahwa al-haq
(kebenaran) yang dikemukan oleh para rasul
Allah -- terutama oleh Nabi Besar
Muhammad -- oleh para pemuka kaum telah diganggap sebagai
menghujat sembahan-sembahan mereka, dan para rasul Allah tersebut telah mereka anggap sebagai pembuat kerusakan (kekacauan), karena Tauhid hakiki
yang diajarkan oleh para rasul Allah
tersebut telah mereka tuduh menjadi penyebab terjadinya perpecahan hubungan silaturahmi antara
anak dengan bapak, antara suami dengan istri, perpecahan antara sesama
saudara, dan perpecahan antara para pemuka
kaum dengan kaumnya yang sebelum
mereka bersatu-padu dalam ikatan “kemusyrikan”.
Seperti itu pulal tuduhan Abu
Jahal terhadap Nabi Besar Muhammad saw. ketika beliau saw. mengemukakan wahyu-wahyu Al-Quran kepada mereka, yang
dituduhnya sebagai pembuat
kerusakan di muka bumi, sedangkan tindakan zalim yang mereka lakukan terhadap beliau saw. dan umat Islam di Mekkah dianggapnya
sebagai upaya melakukan “ishlah”
(perbaikan), sampai-sampai karena ketakaburannya
mereka pun berani mengundang
turunnya azab Ilahi atas diri mereka,
firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالُوا اللّٰہُمَّ اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ
فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ
اَلِیۡمٍ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُعَذِّبَہُمۡ وَ اَنۡتَ فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا لَہُمۡ
اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ وَ
ہُمۡ یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ اَوۡلِیَآؤُہٗۤ اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika mereka berkata: “Ya Allah,
jika Al-Quran ini
benar-benar kebenaran dari Engkau maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”
Tetapi Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka,
dan Allah sekali-kali tidak akan
mengazab mereka sedangkan mereka
meminta ampun. Dan mengapa
Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan mereka
menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang
yang berhak melindunginya? Tidak lain
yang berhak melindunginya
melainkan orang-orang yang bertakwa,
tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (Al-Anfaal [2]:33-35).
Pengabulan Doa Takabbur Abu Jahal Dalam
Perang Badar & Munculnya Azab
Ilahi Setelah Pengutusan Rasul Allah
Kira-kira seperti kata-kata dalam
ayat 33 itu jugalah Abu Jahal mendoa
di medan perang Badar (Bukhari — Kitab Tafsir). Doa itu
dikabulkan secara harfiah. Abu Jahal bersama beberapa pemimpin Quraisy yang lain terbunuh
dan mayat-mayat mereka diseret lalu dilemparkan secara hina ke dalam sebuah lubang sebagaimana telah dinubuatkan dalam QS.96:10-20.
Kekalahan tragis pasukan Quraisy Mekkah pimpinan Abu Jahal -- dan kematiannya beserta 7 orang pemuka kaum Quraisy lainnya -- dalam perang Badar yang sangat tidak seimbang dalam hal jumlah dan perlengkapan perang tersebut terjadi setelah Nabi Besar Muhammad saw. atas perintah Allah Swt. melontarkan segengam pasir ke arah pasukan lawan yang menyebabkan munculnya badai pasir yang membuat mereka porak-poranda, firman-Nya:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ
لِیُبۡلِیَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ مِنۡہُ
بَلَآءً حَسَنًا ؕ اِنَّ
اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿ ﴾ ذٰلِکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ مُوۡہِنُ کَیۡدِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Maka bukan
kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar,
melainkan Allah-lah yang telah melempar,
dan supaya Dia menganugerahi orang-orang yang beriman anugerah yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Demikianlah yang terjadi, dan sesungguhnya Allāh melemahkan tipu-daya
orang-orang kafir. (Al-Anfaal
[8]:18-19).
Jadi, sesuai dengan ayat 34 orang-orang kafir Mekkah mendapat hukuman Allah Swt. setelah Nabi Besar
Muhammad saw. dipaksa oleh Abu Jahal
dan kawan-kawannya hijrah meninggalkan
Mekkah (QS.9:31), padahal rasul-rasul Allah berfungsi semacam perisai terhadap hukuman-hukuman dari langit. Jadi betapa
pengusiran secara zalim kepada Rasul
Allah dan para pengikutnya
senantiasa akan mengundang azab Ilahi yang sangat
mengerikan, termasuk di Akhir Zaman ini.
Ada pun sebabnya adalah karena salah satu makna “sujudnya” para malaikat
kepada Adam sebagai Khalifah Allah
atau Rasul Allah (QS.2:35; QS.7:12-13; QS,15:29-3317:62;
QS.18:51; QS.20:117; QS.38:72-77) dapat berupa timbulnya berbagai bencana alam akibat “kemurkaan” berbagai unsur kekuatan alam – air, api, angin dan tanah
– yang berada di bawah pengendalian
para malaikat, sebagaimana yang terjadi dalam perang Badar melalui
pelontaran segenggam pasir oleh Nabi
Besar Muhammad saw. yang dikemukakan oleh firman Allah Swt. sebelum ini: وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ رَمٰی -- “dan
bukan engkau yang melemparkan pasir
ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah
yang telah melempar.“
Sehubungan dengan kenyataan itu Allah Swt.
telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Dia tidak pernah mengazab manusia -- bagaimana
pun sesatnya dan durhakanya mereka
kepada Allah Swt. -- sebelum terlebih dulu Dia mengutus rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, firman-Nya: “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengirimkan seorang rasul. “ (Bani
Israil [17]:16).
Firman-Nya
lagi:
وَ مَا کَانَ رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ
اٰیٰتِنَا ۚ وَ مَا کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی اِلَّا وَ اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Rabb (Tuhan) engkau tidak akan membinasakan kota-kota
sebelum Dia membangkitkan di ibukota
seorang rasul yang membacakan kepada
mereka Tanda-tanda Kami, dan tidak
pula Kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya aniaya. (Al-Qashash [28]:6).
Adapun alasan kenapa Sunnatullah
seperti itu senantiasa terjadi di berbagai zaman
kenabian -- termasuk di Akhir Zaman ini -- adalah agar tidak ada alasan bagi manusia
untuk menyalahkan Allah Swt. sebagaimana firman-Nya
berikut ini:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿﴾
وَ لَوۡ اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ
لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ
اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا
فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ
وَ نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ
فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ
الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan mereka
berkata, “Mengapa ia (rasul) tidak mendatangkan kepada kami suatu Tanda dari Rabb-nya
(Tuhan-nya)?” Bukankah telah datang
kepada mereka bukti yang jelas apa
yang ada dalam lembaran-lembaran
terdahulu? وَ لَوۡ اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ
بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ اَرۡسَلۡتَ
اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ وَ نَخۡزٰی -- Dan sekiranya
mereka membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan
berkata, “Ya Rabb (Tuhan) kami,
mengapa tidak Engkau kirimkan kepada
kami seorang rasul supaya kami mengikuti Tanda-tanda Engkau
sebelum kami direndahkan dan dihinakan?” قُلۡ کُلٌّ
مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ اہۡتَدٰی -- Katakanlah, “Setiap orang sedang menunggu, maka kamu pun tunggulah, dan segera
kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang sesat.” (Thaa
Haa [20]:134-136).
Menuduh Para Rasul Allah
Sebagai Pembuat Kerusakan di Muka
Bumi
Menurut Allah Swt., para penentang
rasul Allah itulah sebagai para pembuat
kerusakan di muka bumi, sekali pun mereka mendakwakan sebagai penjaga ketertiban
umat, firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّمَا نَحۡنُ
مُصۡلِحُوۡنَ ﴿ ﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ
الۡمُفۡسِدُوۡنَ وَ لٰکِنۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿ ﴾ وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ
النَّاسُ قَالُوۡۤا
اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ
السُّفَہَآءُ ؕ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ السُّفَہَآءُ وَ لٰکِنۡ لَّا
یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan apabila
dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu
berbuat kerusakan di muka bumi” mereka berkata, “Kami hanyalah pencipta perdamaian”. Ketahuilah! Sesungguhnya mereka itulah pembuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadari. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang lain
telah beriman” berkata mereka, “Apakah
kami harus beriman sebagaimana orang-orang bodoh telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itukah orang-orang bodoh tetapi mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah
[2]:12-14)
Orang-orang munafik memandang orang-orang
Islam yang telah beriman kepada
Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal sebagai sekumpulan orang-orang bodoh, karena mereka — demikian pikir orang-orang munafik — sia-sia saja mengorbankan jiwa dan harta untuk perkara yang pasti akan gagal. Mereka sendirilah yang bodoh, kata ayat ini, sebab perjuangan suci Nabi Besar Muhammad saw.
– yang merupakan “Khalifah Allah”
paling sempurna” -- telah ditakdirkan Allah Swt. akan mencapai kemajuan dan kemenangan (QS.9:33; QS.58:21-23; QS.61:10).
Isyarat kepada akan munculnya para pembuat
kerusakan tersebut dikemukakan pula dalam kisah monumental “Adam-Malaikat- Iblis” yang merupakan nubuatan yang senantiasa akan
berulang kali terjadi, sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad
saw.:
وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ
فِی الۡاَرۡضِ
خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ
فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ
الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ
نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا
لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman
kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah
di bumi”, mereka berkata: “Apakah
Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
pujian Engkau dan kami senantiasa
men-sucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:31).
Fitrat Manusia Cenderung Melakukan Pembangkangan
Ayat tersebut mengemukakan salah satu fitrat manusia bahwa apabila diperintahkan untuk melakukan suatu pekerjaan yang berlainan dengan pekerjaan
yang sudah biasa dilakukannya maka -- kecuali para malaikat -- umumnya manusia cenderung melakukan protes atau merasa keberatan terhadap perintah tersebut. Dan seringkali dalam dalam melakukan protes nya tersebut bahkan dilanjutnya
dalam bentuk pembangkangan atau perlawanan terhadap perintah tersebut,
baik secara perorangan mau pun dengan menggalang perlawanan bersama terhadap perintah tersebut.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah
makna “keberatan” atau “pendapat” yang dikemukakan para malaikat dalam ayat tersebut, sama sekali bukan mengenai diri
mereka, sebab berbeda dengan fitrat
manusia yang diberi kebebasan berkehendak (QS.2:257; QS.10:100;
QS.18:30), fitrat para malaikat
telah ditetapkan Allah Swt. untuk sepenuhnya patuh-taat kepada kehendak
atau perintah Allah Swt. (Qs.35:2;
QS.37:165-167; QS.66:7).
Dalam ayat tersebut para
malaikat tidak mengemukakan keberatan
(protes) terhadap rencana Ilahi
atau mengaku diri mereka lebih unggul daripada Khalifah
Allah yakni Nabi Adam a.s.. Pertanyaan
mereka semata-mata hanya didorong oleh pengumuman Allah Swt. mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah. Karena wujud
seorang khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum
harus dilaksanakan ketika dalam kehidupan manusia telah timbul kekacauan dan kerusakan, sebagaimana firman-Nya mengenai
keadaan umat manusia – termasuk umat beragama – menjelang pengutusan
Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ
کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ
کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ
یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat seba-gian perbuatan yang mereka lakukan, supaya
mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan
lihatlah bagaimana buruk-nya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini.
Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allāh hari yang tidak dapat
dihindarkan, pada hari itu orang-orang beriman dan kafir akan terpisah. (Ar-Ruum [30]:42-44).
Jadi, keberatan semu para malaikat
menyiratkan bahwa setiap kami Allah Swt. mengutus seorang Khalifah Allah atau Rasul Allah akan ada orang-orang di muka bumi yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah dalam melakukan penentangan terhadap misi sucinya, karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan
besar untuk berbuat baik dan jahat.
Para malaikat hanya menyebut segi
gelap tabiat manusia tersebut., tetapi Allah Swt. mengetahui bahwa manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menjadi cermin (bayangan) sifat-sifat Ilahi. Kalimat: اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا
تَعۡلَمُوۡنَ -- "Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui" menyebutkan segi terang tabiat manusia.
(Bersambung)
ooo
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
Pajajaran Anyar, 1 Agustus 2018