Selasa, 14 Agustus 2018

Makna lain "Sujudnya" Para Malaikat Kepada "Adam" (Khalifah Allah) dan Hubungannya Dengan Merebaknya Berbagai Bencana Alam Dahsyat & Para "Pembuat Kerusakan" di Muka Bumi yang Sebenarnya



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KHAZANAH  AL-QURAN 

Bab 33

MAKNA LAIN  “SUJUDNYA ” PARA MALAIKAT KEPADA  ADAM  DAN HUBUNGANNYA DENGAN  MEREBAKNYA  BERBAGAI BENCANA ALAM DAHSYAT &  PARA PEMBUAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI YANG SEBENARNYA

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

وَ یَوۡمَ نَبۡعَثُ فِیۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ جِئۡنَا بِکَ شَہِیۡدًا عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ ؕ وَ نَزَّلۡنَا عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ تِبۡیَانًا  لِّکُلِّ شَیۡءٍ  وَّ  ہُدًی  وَّ  رَحۡمَۃً   وَّ  بُشۡرٰی  لِلۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah hari itu ketika Kami akan membangkitkan dalam setiap umat seorang saksi terhadap mereka dari antara mereka sendiri, dan Kami akan mendatangkan engkau sebagai saksi terhadap mereka semuanya. Dan  Kami  telah menurunkan kepada engkau Kitab itu untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah.   (An-Nahl [16]:90).

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  topic  Dilarang Mencemooh   Sembahan-sembahan Selain Allah Swt. Yakni dalam rangka menghormati para rasul Allah dan menghargai keberadaan agama-agama selain Islam – walau pun ajarannya telah menyimpang dari Tauhid Ilahi  yang diajarkan oleh para pendirinya --   Allah Swt.  melarang umat Islam  mencemooh  sembahan-sembahan mereka selain Allah Swt., firman-Nya:
اِتَّبِعۡ مَاۤ  اُوۡحِیَ  اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ ۚ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ۚ وَ اَعۡرِضۡ عَنِ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَاۤ  اَشۡرَکُوۡا ؕ وَ مَا جَعَلۡنٰکَ عَلَیۡہِمۡ حَفِیۡظًا ۚ وَ مَاۤ  اَنۡتَ عَلَیۡہِمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿﴾  وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ ؕ کَذٰلِکَ زَیَّنَّا لِکُلِّ  اُمَّۃٍ  عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ   اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Ikutilah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau. Tidak ada Tuhan kecuali Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.   Dan jika Allah menghendaki  sekali-kali mereka tidak akan berbuat syirik. Dan  Kami sekali-kali tidak menjadikan engkau sebagai penjaga bagi mereka, dan tidak pula engkau menjadi pelindung bagi mereka. وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ --  Dan janganlah kamu memaki  apa yakni sembahan-sembahan yang   mereka seru selain Allah, karena mereka pun akan memaki Allah  dengan rasa  permusuhan  tanpa pengetahuan.  کَذٰلِکَ زَیَّنَّا لِکُلِّ  اُمَّۃٍ  عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ   اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ  -- Demikianlah Kami telah menampakkan indah kepada tiap-tiap umat perbuatan mereka, kemudian kepada Rabb (Tuhan)  merekalah mereka kembali, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa-apa yang se-nantiasa mereka kerjakan. (Al-An’aam [6]:107-109)
       Makna ayat 108,  sesuai dengan hikmah-Nya yang tak terbatas itu Allah Swt.telah memberi manusia kemandirian atau kebebasan berkehendak. Andaikata Dia berkehendak memaksa manusia, niscaya Dia akan memaksa mereka mengikuti kebenaran, akan tetapi demi kepentingan manusia sendiri, Allah Swt. dalam masalah agama tidak berkehendak menggunakan tindak paksaan (QS.2:255-268; QS.9:6; QS.18:30).
       Berkenaan kata-kata “pelindung,” “pemelihara” atau “pengurus dan pemutus perkara-perkara” dalam Al-Quran yang dipakai untuk Nabi Besar Muhammad saw., maksudnya untuk menjelaskan bahwa beliau  saw. tidak bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan orang-orang lain. 
         Ayat 109   bukan saja menanam rasa hormat terhadap perasaan-perasaan halus orang-orang musyrik sekalipun, tetapi bertujuan juga menciptakan keakraban antara berbagai bangsa dan masyarakat. Bahkan lebih jauh Allah Swt. menyatakan,  bahwa ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  -- sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) --  diwajibkan untuk melindungi tempat-tempat ibadah  agama-agama selain Islam, sebagaimana  firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Telah diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi disebabkan mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak hanya karena mereka berkata, “Rabb (Tuhan) kami adalah Allah.” Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain maka akan hancurlah biara-biara dan gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta mesjid-mesjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa (Al-Hajj [22]:40-41).

Mengemukakan Haq (Kebenaran) Bukanlah Menghujat   & Doa Takabbur  Abu Jahal dan kawan-kawannya

       Dalam salah satu Bab sebelumnya telah dikemukakan  ungkapan “Al-haqu murrun” (kebenaran itu pahit), Allah Swt. dalam Al-Quran  tidak pernah melarang umat Islam untuk  mengemukakan yang haq  (benar) berkenaan sembahan-sembahan selain Allah Swt. tersebut selama dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah (QS.3:60-65; QS.16:126; QS.41:34-36), bukan dengan cara menghujat dan melakukan paksaan dan kekerasan.  (QS.2:257; QS.9:6; QS.10:110; QS.18:30).
      Tetapi sejarah kenabian membuktikan bahwa al-haq (kebenaran) yang dikemukan oleh para rasul Allah --  terutama oleh Nabi Besar Muhammad --  oleh para pemuka kaum telah diganggap sebagai menghujat sembahan-sembahan  mereka, dan para rasul Allah tersebut telah mereka anggap sebagai pembuat kerusakan (kekacauan), karena  Tauhid hakiki yang diajarkan oleh para rasul Allah tersebut telah  mereka  tuduh menjadi penyebab terjadinya  perpecahan  hubungan silaturahmi  antara  anak dengan bapak, antara suami dengan istri, perpecahan antara sesama saudara, dan perpecahan antara para pemuka kaum dengan kaumnya yang sebelum mereka bersatu-padu dalam  ikatan “kemusyrikan”. 
        Seperti itu pulal  tuduhan Abu Jahal terhadap Nabi Besar Muhammad saw. ketika beliau saw. mengemukakan wahyu-wahyu Al-Quran kepada mereka, yang dituduhnya  sebagai  pembuat kerusakan di muka bumi, sedangkan tindakan  zalim yang mereka lakukan terhadap  beliau saw. dan umat Islam  di Mekkah dianggapnya sebagai upaya melakukan “ishlah” (perbaikan),  sampai-sampai  karena ketakaburannya mereka pun berani mengundang turunnya  azab Ilahi atas diri mereka,   firman-Nya:
وَ  اِذۡ  قَالُوا اللّٰہُمَّ  اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾  وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیُعَذِّبَہُمۡ  وَ اَنۡتَ فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَا لَہُمۡ  اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ  وَ ہُمۡ  یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ  اَوۡلِیَآؤُہٗۤ  اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika mereka berkata: “Ya Allah, jika  Al-Quran ini  benar-benar  kebenaran dari Engkau  maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”  Tetapi Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka, dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan  mereka  meminta ampun. Dan mengapa  Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan  mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang yang berhak melindunginya? Tidak lain  yang berhak melindunginya melainkan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfaal [2]:33-35). 

Pengabulan Doa Takabbur  Abu Jahal Dalam Perang Badar &  Munculnya Azab Ilahi Setelah Pengutusan Rasul Allah

         Kira-kira seperti kata-kata  dalam ayat 33 itu jugalah Abu Jahal mendoa di medan perang Badar (Bukhari — Kitab Tafsir). Doa itu dikabulkan secara harfiah. Abu Jahal bersama beberapa pemimpin Quraisy yang lain  terbunuh dan mayat-mayat mereka diseret  lalu  dilemparkan secara hina  ke dalam sebuah lubang sebagaimana telah dinubuatkan dalam QS.96:10-20.
     Kekalahan tragis pasukan  Quraisy Mekkah pimpinan Abu Jahal  -- dan kematiannya beserta 7 orang pemuka  kaum Quraisy lainnya   -- dalam perang Badar yang sangat tidak seimbang dalam hal jumlah dan perlengkapan perang tersebut  terjadi setelah Nabi Besar Muhammad saw. atas perintah Allah Swt.  melontarkan segengam pasir ke arah pasukan lawan  yang menyebabkan munculnya badai pasir  yang membuat mereka porak-poranda, firman-Nya:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿ ﴾  ذٰلِکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ  مُوۡہِنُ کَیۡدِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Maka bukan  kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang telah melempar,  dan supaya Dia  menganugerahi  orang-orang yang beriman  anugerah yang baik dari-Nya,  sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Demikianlah yang terjadi, dan sesungguhnya Allāh melemahkan tipu-daya orang-orang kafir.  (Al-Anfaal [8]:18-19).
         Jadi, sesuai dengan ayat 34  orang-orang kafir Mekkah mendapat hukuman Allah Swt. setelah Nabi Besar Muhammad saw. dipaksa oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya hijrah meninggalkan Mekkah (QS.9:31), padahal   rasul-rasul  Allah berfungsi semacam perisai terhadap hukuman-hukuman dari langit.    Jadi betapa  pengusiran secara zalim  kepada Rasul Allah dan para pengikutnya senantiasa akan mengundang azab Ilahi  yang sangat  mengerikan, termasuk di Akhir Zaman ini. 
    Ada pun sebabnya adalah karena  salah satu makna “sujudnya” para malaikat kepada  Adam sebagai Khalifah Allah atau Rasul Allah  (QS.2:35; QS.7:12-13; QS,15:29-3317:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:72-77)  dapat berupa timbulnya berbagai bencana alam akibat  “kemurkaan” berbagai unsur kekuatan alam – air, api, angin dan tanah – yang berada di bawah pengendalian para malaikat, sebagaimana yang  terjadi dalam perang Badar  melalui pelontaran segenggam pasir oleh Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan oleh firman Allah Swt. sebelum ini:  وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی  -- “dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang telah melempar.“
       Sehubungan dengan kenyataan itu Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Dia tidak pernah mengazab manusia  -- bagaimana pun sesatnya  dan durhakanya mereka kepada Allah Swt. -- sebelum terlebih dulu Dia mengutus rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, firman-Nya: “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengirimkan seorang rasul. “ (Bani Israil [17]:16).
Firman-Nya lagi:
وَ مَا کَانَ رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ  اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۚ وَ مَا کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی  اِلَّا وَ اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Rabb (Tuhan) engkau tidak akan membinasakan kota-kota sebelum Dia membangkitkan di ibukota seorang rasul yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda Kami, dan tidak pula Kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya aniaya. (Al-Qashash [28]:6).
     Adapun alasan  kenapa Sunnatullah seperti itu senantiasa terjadi di berbagai zaman kenabian --  termasuk di Akhir Zaman ini --  adalah agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt. sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی ﴿﴾  وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی ﴿﴾  قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan mereka berkata, “Mengapa ia (rasul) tidak mendatangkan kepada kami suatu Tanda  dari Rabb-nya (Tuhan-nya)?” Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang  jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu? وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  --   Dan sekiranya mereka membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata, “Ya Rabb (Tuhan) kami, mengapa tidak Engkau kirimkan kepada kami seorang rasul supaya  kami mengikuti Tanda-tanda Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?” قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی  -- Katakanlah, “Setiap orang sedang menunggu, maka kamu pun tunggulah, dan segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang sesat.” (Thaa Haa [20]:134-136).

Menuduh Para Rasul Allah Sebagai Pembuat Kerusakan di Muka Bumi

         Menurut Allah Swt.,  para penentang rasul Allah itulah sebagai para pembuat kerusakan di muka bumi, sekali pun mereka mendakwakan sebagai penjaga ketertiban umat, firman-Nya: 
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ ۙ  قَالُوۡۤا اِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُوۡنَ ﴿ ﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ الۡمُفۡسِدُوۡنَ وَ لٰکِنۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿ ﴾ وَ  اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ النَّاسُ قَالُوۡۤا اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ السُّفَہَآءُ ؕ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ  السُّفَہَآءُ  وَ لٰکِنۡ لَّا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi” mereka berkata, “Kami hanyalah pencipta perdamaian”. Ketahuilah! Sesungguhnya mereka itulah pembuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadari. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang lain telah beriman” berkata mereka, “Apakah kami harus beriman sebagaimana orang-orang bodoh  telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itukah orang-orang bodoh tetapi mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah [2]:12-14)
         Orang-orang munafik memandang orang-orang Islam yang telah beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal sebagai sekumpulan orang-orang bodoh, karena mereka — demikian pikir orang-orang munafik — sia-sia saja mengorbankan jiwa dan harta untuk perkara yang pasti akan gagal. Mereka sendirilah yang bodoh, kata ayat ini, sebab perjuangan suci Nabi Besar Muhammad saw. – yang merupakan “Khalifah Allah” paling sempurna” --  telah ditakdirkan Allah Swt. akan mencapai kemajuan dan kemenangan (QS.9:33; QS.58:21-23; QS.61:10).
       Isyarat kepada akan munculnya para  pembuat kerusakan tersebut dikemukakan pula  dalam kisah monumental “Adam-Malaikat- Iblis” yang merupakan nubuatan yang senantiasa akan  berulang kali terjadi, sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ 
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman  kepada para  malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau dan kami senantiasa men-sucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”  (Al-Baqarah [2]:31).

Fitrat  Manusia Cenderung Melakukan Pembangkangan

    Ayat tersebut mengemukakan salah satu fitrat manusia bahwa apabila diperintahkan untuk melakukan suatu pekerjaan yang berlainan dengan pekerjaan yang sudah biasa dilakukannya maka  -- kecuali para malaikat --  umumnya manusia cenderung melakukan protes  atau merasa keberatan terhadap perintah tersebut. Dan seringkali dalam dalam melakukan protes nya tersebut bahkan dilanjutnya dalam bentuk pembangkangan atau perlawanan terhadap perintah tersebut, baik secara perorangan mau pun dengan menggalang perlawanan bersama  terhadap perintah tersebut.
      Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah makna “keberatan” atau “pendapat” yang dikemukakan para malaikat dalam ayat tersebut, sama sekali bukan mengenai diri mereka,  sebab berbeda dengan  fitrat manusia yang diberi kebebasan  berkehendak (QS.2:257; QS.10:100; QS.18:30),  fitrat para malaikat telah ditetapkan Allah Swt. untuk sepenuhnya patuh-taat kepada kehendak atau perintah Allah Swt. (Qs.35:2; QS.37:165-167; QS.66:7).
        Dalam ayat tersebut  para malaikat tidak mengemukakan keberatan (protes) terhadap rencana Ilahi atau    mengaku diri mereka lebih unggul daripada  Khalifah Allah yakni Nabi Adam a.s..   Pertanyaan mereka semata-mata hanya didorong oleh    pengumuman Allah Swt.  mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah. Karena wujud seorang  khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan ketika dalam kehidupan manusia telah timbul kekacauan dan kerusakan, sebagaimana firman-Nya mengenai keadaan umat manusia – termasuk umat beragama – menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat seba-gian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruk-nya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allāh hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Ruum [30]:42-44).
       Jadi, keberatan semu para malaikat menyiratkan bahwa  setiap kami Allah Swt. mengutus seorang Khalifah Allah atau Rasul Allah akan ada orang-orang di muka bumi yang akan membuat kerusakan  dan menumpahkan darah dalam melakukan penentangan terhadap misi sucinya, karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan besar untuk berbuat baik dan jahat.
        Para malaikat hanya menyebut segi gelap tabiat manusia tersebut., tetapi Allah Swt.  mengetahui bahwa manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menjadi cermin (bayangan) sifat-sifat Ilahi. Kalimat: اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ  --  "Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"  menyebutkan segi terang tabiat manusia.


(Bersambung)
ooo

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

Pajajaran Anyar,   1 Agustus  2018



Rabu, 08 Agustus 2018

Makna Menghormati Para Nabi dan Agama-agama yang Diwahyukan Sebelum Nabi Besar Muhammad Saw. & Pentingnya Umat Islam Melindungi Semua Tempat Peribadahan Agama-agama Lainnya



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KHAZANAH  AL-QURAN 

Bab 32

MAKNA MENGHORMATI  PARA NABI ALLAH DAN AGAMA-AGAMA YANG DIWAHYUKAN SEBELUM  NABI BESAR MUHAMMAD SAW. & PENTINGNYA  UMAT ISLAM MELINDUNGI SEMUA TEMPAT PERIBADAHAN AGAMA-AGAMA SELAIN ISLAM

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

وَ یَوۡمَ نَبۡعَثُ فِیۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ جِئۡنَا بِکَ شَہِیۡدًا عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ ؕ وَ نَزَّلۡنَا عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ تِبۡیَانًا  لِّکُلِّ شَیۡءٍ  وَّ  ہُدًی  وَّ  رَحۡمَۃً   وَّ  بُشۡرٰی  لِلۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah hari itu ketika Kami akan membangkitkan dalam setiap umat seorang saksi terhadap mereka dari antara mereka sendiri, dan Kami akan mendatangkan engkau sebagai saksi terhadap mereka semuanya. Dan  Kami  telah menurunkan kepada engkau Kitab itu untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah.   (An-Nahl [16]:90).

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  topic Harus Menghormati Para Pendiri Agama-agama Sebelum Islam  sehubungan dengan  firman-Nya:
اِنَّاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ بِالۡحَقِّ بَشِیۡرًا وَّ نَذِیۡرًا ؕ وَ اِنۡ  مِّنۡ  اُمَّۃٍ   اِلَّا خَلَا فِیۡہَا نَذِیۡرٌ ﴿﴾  وَ اِنۡ یُّکَذِّبُوۡکَ فَقَدۡ کَذَّبَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۚ جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ وَ بِالزُّبُرِ وَ بِالۡکِتٰبِ الۡمُنِیۡرِ ﴿﴾  ثُمَّ  اَخَذۡتُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَکَیۡفَ کَانَ نَکِیۡرِ ﴿﴾
Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan  tidak ada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi peringatan. Dan jika mereka mendustakan engkau maka sungguh orang-orang sebelum mereka pun telah mendustakan, kepada mereka telah datang  rasul-rasul mereka dengan  Tanda-tanda yang jelas,  dengan Kitab-kitab suci dan dengan Kitab yang menerangi.   Kemudian Aku tangkap orang-orang yang kafir maka bagaimana mengerikannya penolakan terhadap-Ku!  (Al Faathir [35]:25-27) Lihat pula 10:48; QS.13:8;  QS.16:37.
            Ayat   وَ اِنۡ  مِّنۡ  اُمَّۃٍ   اِلَّا خَلَا فِیۡہَا نَذِیۡرٌ   --  “Dan  tidak ada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi peringatan“, ayat ini menyingkapkan tabir kebenaran agung  yang tersembunyi dari dunia sebelum Al-Quran diwahyukan, yaitu bahwa kepada tiap-tiap kaum di zaman lampau pernah diutus seorang rasul Allah, yang menyampaikan kepada mereka seruan kebenaran dan ajakan kepada ketakwaan yang serupa (QS.10:48; QS.13:8;  QS.16:37).

Semua Agama Samawi (Langit) Bersumber Dari Allah Swt.

          Asas yang besar lagi mulia itu membawa kepada kepercayaan, bahwa semua agama berasal dari Allah Swt. dan bahwa pendiri-pendiri agama itu adalah rasul-rasul Allah. Inilah salah satu dari Rukun Iman, yang wajib dipegang oleh tiap-tiap orang Muslim dan karenanya harus menghormati serta memuliakan mereka itu semuanya.
        Dengan memberikan kepada dunia kebenaran yang agung itu maka Islam telah mengusahakan menciptakan iklim persahabatan dan harga-menghargai di antara berbagai agama, dan menghilangkan serta membasmi dendam kesumat dan ketegangan, yang telah meracuni perhubungan antara pengikut-pengikut berbagai agama di seluruh dunia, firman-Nya:    لَا نُفَرِّقُ بَیۡنَ اَحَدٍ مِّنۡہُمۡ ۫ وَ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ     -- “Kami tidak membedakan-bedakan salah seorang pun di antara mereka,  dan kepada-Nya kami berserah diri.”   (Ali ‘Imran [3]:85).
        Kata-kata “kami tidak membeda-bedakan”  dalam ayat  itu tidak berarti bahwa tiada perbedaan pangkat atau kedudukan antara berbagai nabi Allah itu, karena pandangan itu bertentangan dengan QS.2:254 yang  menjelaskan  ada perbedaan  mengenai kelebihan setiap rasul Allah. Dari Al-Quran diketahui secara umum para rasul Allah ada 2 golongan yakni:
       (1)  rasul Allah yang  membawa syariat, contohnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Besar Muhammad  saw..    
        (2) rasul Allah yang tidak membawa syariat, contohnya Nabi  Harun a.s. sampai dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:89; QS.5:47; QS.57:28).
        Dari hadits shahih diketahui, bahwa  menurut Nabi Besar Muhammad saw.  Allah Swt. telah membangkitkan sebanyak  124.000 orang nabi (rasul) Allah, dan 313 orang diantaranya adalah nabi (rasul) pembawa syariat. Jadi, tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa  setiap nabi (rasul) Allah pasti membawa syariat, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ  ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah  memberikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,  dan Kami  memberikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh? Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani.  Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni  Al-Quran dari Allah  menggenapi apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan  atas orang-orang kafir, tetapi tatkala  datang kepada mereka apa yang mereka  kenali itu lalu mereka kafir  kepadanya  maka laknat Allah atas orang-orang kafir  (Al-Baqarah [2]:88-90).

Pengingkaran Terhadap Nubuatan Mengakibatkan  Terpecahnya Agama-agama Samawi dan Munculnya Kemusyrikan


      Dengan demikian terjawablah  kekeliruan pemahaman mereka  yang berpendapat bahwa munculnya bermacam-macam agama dan firqah umat beragama  di kalangan umat manusia adalah merupakan  kehendak Allah Swt., sebab yang  Allah Swt. kehendaki  adalah apabila nubuatan-nubuatan  mengenai kedatangan nabi Allah yang kedatangannya dijanjikan    benar-benar sempurna (QS.7:35-37), mereka seharusnya beriman kepada  nabi Allah tersebut serta membantu perjuangan sucinya, bukannya mengikuti ketakaburan iblis yang menolak “sujud” (beriman dan patuh-taat) kepada Adam  ketika diperintahkan Allah Swt. (QS.2:35; QS.7:12-13; QS.15:29 & 33; QS. 17:63; QS.18:51; 20:117; 38:72-77).
        Mengapa demikian? Sebab Allah Swt. telah mengambil perjanjian dari umat manusia melalui para nabi Allah,  bahwa apabila datang kepada mereka  nabi Allah yang dijanjikan berikutnya   (QS.7:35-37)   mereka harus beriman kepadanya dan harus membantu perjuangan sucinya, firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ النَّبِیّٖنَ لَمَاۤ اٰتَیۡتُکُمۡ مِّنۡ کِتٰبٍ وَّ حِکۡمَۃٍ ثُمَّ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ لَتُؤۡمِنُنَّ بِہٖ وَ لَتَنۡصُرُنَّہٗ ؕ قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ عَلٰی ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا مَعَکُمۡ مِّنَ  الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari manusia melalui nabi-nabi: “Apa saja yang Aku berikan kepada kamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepada kamu seorang rasul yang menggenapi apa yang ada padamu,    kamu benar-benar harus beriman kepadanya dan kamu  benar-benar harus membantunya.” Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku bebankan kepadamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah  dan Aku pun beserta kamu termasuk  orang-orang yang menjadi saksi.”  (Ali ‘Imran [34]:82).
         Tetapi dalam kenyataannya umumnya manusia mengingkari perjanjian dengan Allah Swt. tersebut dan mereka memilih  mengikuti ketakaburan  Iblis  dan menjadi penentang  para  nabi Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37), sehingga akibatnya timbullah berbagai macam agama dan firqah-firqah agama yang masing-masing saling mendakwakan diri sebagai agama atau firqah agama  yang paling benar, firman-Nya:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus,  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuiKembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat,  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا    --   yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golonganؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ  --  tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Ruum [30]:31-33).

Kemusyrikan Berupa Perpecahan Umat Beragama

       Ayat 31  menjelaskan bahwa  Allah Swt.  adalah Tuhan  yang  Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri. Di dalam agama inilah seorang bayi dilahirkan  kemudian tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari).
        Ayat 32 lebih  lanjut menerangkan, bahwa hanya semata-mata percaya (beriman) kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan, -- yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki  -- adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu yang sempurna, sebagaimana ajaran Islam (Al-Quran - QS.5:4). Dari semua peraturan dan perintah itu shalatlah – yakni melaksanakan hubungan dengan Allah Swt.  -- yang harus mendapat prioritas utama.
         Selanjutnya ayat 33 menjelaskan, bahwa penyimpangan dari agama sejati  atau “agama Islam” (QS.3:20 & 86; QS.22:78-79) menjuruskan umat-umat  beragama di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa berkepanjangan di antara mereka, termasuk di kalangan Bani Israil.   
         Berikut firman Allah Swt. mengenai  perpecahan umat di kalangan Bani Israil antara Yahudi dan Nasrani,  padahal mereka membaca Kitab yang sama, dan  kedatangan Nabi Isa a.s. pun telah dinubuatkan sebelumnya kepada mereka (Maleakhi 4:4-6; Matius 11:7-15):
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali  tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran.” Padahal mereka membaca Alkitab yang sama. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu, maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. (Al Baqarah [2]:114).
       Jadi, kebiasaan  saling melontarkan fatwa takfiri (pengkafir)  di kalangan  firqah-firqah  pemeluk agama yang sama merupakan warisan dari  kalangan Bani Israil, khususnya antara kaum Yahudi dan Nasrani, yang Nabi Besar Muhammad saw. telah menubuatkan bahwa warisan buruk tersebut   akan  terjadi juga di kalangan umat Islam,  sehingga  persamaan kedua keturunan Nabi Ibrahim a.s. tersebut – yakni Bani Israil dan Bani Isma’il --   seperti sepasang sepatu, sebagaimana firman-Nya:  کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ --  “Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu, maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan.

Para Nabi Allah Tidak Pernah Minta Dijadikan Tuhan Sembahan Selain Allah

         Kembali kepada pembahasan mengenai makna Pentingnya Menghormati Para Pendiri Agama-agama Sebelum Islam,   bukanlah berarti menghormatinya sebagai    wujud-wujud suci  yang kemudian dipertuhankan  oleh generasi penerus   para pengikutnya di zaman awal (QS.9:30-33),  melainkan  maknanya adalah  harus menghormatinya sebagai    rasul   (nabi) yang benar,  yang diutus  oleh Allah Swt.  pada zamannya masing-masing  untuk menegakkan  dan  memurnikan kembali  Tauhid Ilahi  dari berbagai bentuk kemusyrikan (syirik – QS.16:37; QS.21:26-28; QS.98:1-9),  sebagaimana  Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ مِنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا نُوۡحِیۡۤ  اِلَیۡہِ اَنَّہٗ  لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّاۤ  اَنَا فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾ وَ قَالُوا اتَّخَذَ الرَّحۡمٰنُ وَلَدًا سُبۡحٰنَہٗ ؕ بَلۡ  عِبَادٌ   مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لَا یَسۡبِقُوۡنَہٗ  بِالۡقَوۡلِ وَ ہُمۡ  بِاَمۡرِہٖ یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan tidakkah Kami mengutus seorang rasul sebelum engkau melainkan Kami mewahyukan kepadanya: “Sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku”. Tetapi mereka berkata, “Sesungguhnya Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak.” Maha Suci Dia, bahkan mereka adalah hamba-hamba-Nya yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului dalam bicara dan mereka hanya melaksanakan perintah-Nya. (Al-Anbiya [21]:26-28).
Firman-Nya lagi:
مَا کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّؤۡتِیَہُ اللّٰہُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحُکۡمَ وَ النُّبُوَّۃَ ثُمَّ یَقُوۡلَ لِلنَّاسِ کُوۡنُوۡا عِبَادًا لِّیۡ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لٰکِنۡ کُوۡنُوۡا رَبّٰنِیّٖنَ بِمَا کُنۡتُمۡ تُعَلِّمُوۡنَ الۡکِتٰبَ وَ بِمَا کُنۡتُمۡ  تَدۡرُسُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَا یَاۡمُرَکُمۡ اَنۡ تَتَّخِذُوا الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ النَّبِیّٖنَ اَرۡبَابًا ؕ اَیَاۡمُرُکُمۡ بِالۡکُفۡرِ بَعۡدَ اِذۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Tidak layak bagi seorang manusia benar yang  kepadanya Allah memberikan Al-Kitab dan kekuasaan serta kenabian dan kemudian ia berkata kepada manusia, “Jadilah hamba-hambaku dan bukan hamba-hamba Allah”; bahkan ia akan berkata:Jadilah kamu orang-orang yang berbakti  semata-mata kepada Tuhan, karena kamu senantiasa mengajarkan Al-Kitab  dan senantiasa mempelajarinya.”    Dan tidak pula  layak  ia menyuruh kamu supaya kamu mengambil malaikat-malaikat dan nabi-nabi menjadi tuhan-tuhan. Adakah ia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi orang Muslim?” (Ali ‘imran [34]:80-81).
         Demikian juga Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pun tidak pernah mengajarkan kepada para pengikutnya agar mereka mempertuhankan beliau dan juga mempertuhankan ibu beliau sebagai dua tuhan sembahan selain Allah Swt., firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾  اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain  Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang  sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,  sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau telah mewafatkanku  maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Al-Maaidah [5]:117-119). Lihat pula  QS.2:117;QS.4:172-173; QS.5:18-19; 73-74; 78 & 117-118; QS.6:101-102; QS.10:69; QS.17:112; QS.18:5; QS,19:36, 69-90; QS.25:3 QS.39:5;  QS.43:82).

Dilarang Mencemooh   Sembahan-sembahan Selain Allah Swt.

      Dalam rangka menghormati para rasul Allah dan menghargai keberadaan agama-agama selain Islam – walau pun ajarannya telah menyimpang dari Tauhid Ilahi  yang diajarkan oleh para pendirinya --   Allah Swt.  melarang umat Islam  mencemooh  sembahan-sembahan mereka selain Allah Swt., firman-Nya:
اِتَّبِعۡ مَاۤ  اُوۡحِیَ  اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ ۚ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ۚ وَ اَعۡرِضۡ عَنِ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَاۤ  اَشۡرَکُوۡا ؕ وَ مَا جَعَلۡنٰکَ عَلَیۡہِمۡ حَفِیۡظًا ۚ وَ مَاۤ  اَنۡتَ عَلَیۡہِمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿﴾  وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ ؕ کَذٰلِکَ زَیَّنَّا لِکُلِّ  اُمَّۃٍ  عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ   اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Ikutilah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau. Tidak ada Tuhan kecuali Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.   Dan jika Allah menghendaki  sekali-kali mereka tidak akan berbuat syirik. Dan  Kami sekali-kali tidak menjadikan engkau sebagai penjaga bagi mereka, dan tidak pula engkau menjadi pelindung bagi mereka. وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ --  Dan janganlah kamu memaki  apa yakni sembahan-sembahan yang   mereka seru selain Allah, karena mereka pun akan memaki Allah  dengan rasa  permusuhan  tanpa pengetahuan.  کَذٰلِکَ زَیَّنَّا لِکُلِّ  اُمَّۃٍ  عَمَلَہُمۡ ۪ ثُمَّ   اِلٰی رَبِّہِمۡ مَّرۡجِعُہُمۡ فَیُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ  -- Demikianlah Kami telah menampakkan indah kepada tiap-tiap umat perbuatan mereka, kemudian kepada Rabb (Tuhan)  merekalah mereka kembali, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa-apa yang se-nantiasa mereka kerjakan. (Al-An’aam [6]:107-109)
       Makna ayat 108,  sesuai dengan hikmah-Nya yang tak terbatas itu Allah Swt. telah memberi manusia kemandirian atau kebebasan berkehendak. Andaikata Dia berkehendak memaksa manusia, niscaya Dia akan memaksa mereka mengikuti kebenaran, akan tetapi demi kepentingan manusia sendiri, Allah Swt. dalam masalah agama tidak berkehendak menggunakan tindak paksaan (QS.2:255-268; QS.9:6; QS.18:30).
       Berkenaan kata-kata “pelindung,” “pemelihara” atau “pengurus dan pemutus perkara-perkara” dalam Al-Quran yang dipakai untuk Nabi Besar Muhammad saw., maksudnya untuk menjelaskan bahwa beliau  saw. tidak bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan orang-orang lain. 

Berbagai Tujuan Mulia Izin Berperang Dalam Ajaran Islam

      Ayat 109   bukan saja menanam rasa hormat terhadap perasaan-perasaan halus orang-orang musyrik sekalipun, tetapi bertujuan juga menciptakan keakraban antara berbagai bangsa dan masyarakat. Bahkan lebih jauh Allah Swt. menyatakan,  bahwa ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  -- sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) --  diwajibkan untuk melindungi tempat-tempat ibadah  agama-agama selain Islam, sebagaimana  firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Telah diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi disebabkan mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak hanya karena mereka berkata, “Rabb (Tuhan) kami adalah Allah.” وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا  --  Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain maka akan hancurlah biara-biara dan gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta mesjid-mesjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya.  وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ -- Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa (Al-Hajj [22]:40-41).
       Allah Swt. dengan tegas melarang adanya perbedaan pendapat dalam masalah agama menjuruskan kepada tindak kezaliman pihak-pihak yang merasa sebagai “mayoritas umat” kepada pihak minoritas yang mereka anggap memiliki pemahaman yang bertentangan dengan pemahaman mereka mengenai beberapa masalah agama sehingga rumah-tinggal dan dan rumah ibadah mereka menjadi sasaran kezaliman mereka pula, firman-Nya:
 وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali  tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran.” Padahal mereka membaca Alkitab yang sama. ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾ وَ  -- Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu, maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا  -- Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya merobohkannya? اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ  --   Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut.  Bagi mereka ada kehinaan di dunia,  dan bagi mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah [2]:114-115).

Akibat  Buruk Ketidak-bersyukuran dan Ketidak-berimanan yang Mengerikan

       Syay’i   dalam ayat 144 berkenaan saling tuduh antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani berarti: sesuatu; sesuatu yang baik; kepentingan; apa yang dihendaki (Lexicon Lane). Tidak ada yang lebih asing di dalam jiwa Islam daripada perlawanan terhadap kebenaran.
     Islam (Al-Quran) mengajarkan bahwa semua agama mempunyai kebenaran-kebenaran tertentu, dan suatu agama disebut benar, tidak karena memonopoli kebenaran, melainkan karena mempunyai segala kebenaran dan bebas dari segala bentuk ketidakbenaran. Sambil mengatakan mengenai dirinya sebagai agama yang sempurna dan lengkap (QS.5:4),  Islam (Al-Quran) dengan terus terang mengakui kebenaran dan kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh agama-agama lain.
    Ayat selanjutnya  merupakan tudingan keras terhadap mereka yang membawa perbedaan-perbedaan agama mereka sampai ke titik runcing, sehingga bahkan tidak segan-segan merobohkan atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi orang menyembah Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri,  dan bahkan bertindak begitu jauh, hingga membinasakan rumah-rumah ibadah mereka.
    Tindakan kekerasan demikian dalami ayat ini dicela dengan kata-kata keras dan di samping itu ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas. Al-Quran mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua orang untuk menyembah Tuhan di tempat ibadah, sebab  kuil, gereja atau masjid – termasuk mesjid-mesjid miliki Jemaat Muslim Ahmadiyah --  adalah tempat yang dibuat untuk beribadah kepada Allah Swt., sedangkan orang yang menghalangi orang lain beribadah kepada Tuhan dalam tempat itu, pada hakikatnya telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat-tempat ibadah  tersebut.
     Namun demikian, jika dalam kenyataannya Allah Swt. Sendiri yang justru menghancurkan tempat-tempat ibadah itu sendiri – termasuk mesjid-mesjid -- maka lain lagi persoalannya, dan hendaknya peristiwa yang mengerikan seperti itu  ini menjadi bahan introspeksi diri, sebab  seakan-akan bertentangan dengan firman-Nya  dalam kedua surah sebelum ini (QS.22:40-41 & QS.2:114-115), pasti ada  berbagai bentuk kezaliman  di tempat-tempat yang seperti itu, firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Allah tidak akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui. (An-Nisaa [4]:148).
Firman-Nya lagi:
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿ ﴾
Dan ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan: “Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya Allah akan  menambah karunia kepada kalian, tetapi jika kami tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat  keras (Ibrahim [14]:8).

(Bersambung)
ooo

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid


Pajajaran Anyar,   25 Juli 2018